Bahaya Mengintai Perekaman Sertifikat Vaksin di Tempat Publik
Kebijakan pemerintah yang wajib menunjukkan sertifikat vaksin ke sejumlah tempat umum ternyata berdampak pada bahaya penyebaran data pribadi. Bukan hanya terjadi di jasa percetakan vaksin oleh pihak ketiga, tapi juga pada alat perekaman kartu vaksin di tempat publik.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja, mengatakan selain mencetak kartu vaksin di jasa cetak, satu hal yang harus diwaspadai masyarakat alat scanning yang dipasang di mal-mal, di luar aplikasi resmi pedulilindungi.id atau eHAC (Indonesia Health Alert Card).
"Sebaiknya kita harus waspada dan berhati-hati, karena banyak sekarang mal-mal memasang alat scanning entah dari mana terhubung ke mana?" kata Ardi saat dihubungi kumparan, Minggu (15/8).
Menurut dia, alat-alat perekaman data di tempat publik ini harus disertifikasi lebih dulu oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Data Pribadi Rawan Disalahgunakan, Salah Satunya Buat Pinjol
Perekaman data di publik atau mencetak kartu vaksin secara sembarang berisiko data pribadi dicuri dan digunakan pihak tak bertanggung jawab. Salah satunya, didaftarkan sebagai nasabah pinjaman online (pinjol) tanpa seizin pemilik data.
Data dalam kartu vaksin sangat penting karena infomasi yang tercantum di dalamnya serupa dengan KTP yang memuat NIK, nama lengkap sesuai akta kelahiran, dan ada barcode. Itu semua kunci gembok dan nomor kombinasi brankas yang ketika unsur ini dikuasai pihak ketiga tanpa hak, maka bisa terjadi penyalahgunaan.
"Nah link tersebut adalah link unik yang tidak boleh di-share kepada siapa pun sama seperti kode OTP. Penguasaan data-data pribadi bisa disalahgunakan untuk penipuan dan pinjol bahkan bisa untuk mendaftar kartu prabayar tanpa hak mempergunakan data diri orang lain," ujar Ardi.
Kementerian Perdagangan pun baru-baru ini memblokir 2.435 produk dan jasa cetak kartu vaksin COVID-19 yang disediakan di platform belanja online atau e-commerce untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi masyarakat.
Menurut Ardi, langkah pemerintah sudah tepat meskipun terlambat. Tapi, keputusan tersebut lebih baik daripada tidak sama sekali, untuk menekan potensi risiko kebocoran data sekaligus menegakkan Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Sebelumnya, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Veri Anggrijono, mengatakan pemblokiran usaha jasa cetak kartu vaksin sesuai dengan Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Pihaknya bekerja sama dengan dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
"Masyarakat sebagai konsumen harus memperhatikan bahwa data pribadi merupakan milik pribadi yang penggunaannya harus didasarkan kepada persetujuan. Penyerahan tautan pesan singkat yang disampaikan oleh masyarakat yang diterima setelah dilakukan vaksinasi COVID-19 dapat dianggap sebagai persetujuan penggunaan data pribadi," kata Veri dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu (14/8).
Kegiatan pencetakan kartu vaksin memungkinkan melanggar hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 huruf a UU Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Selain itu, juga tertuang dalam Pasal 10 huruf c UUPK yang melarang pelaku usaha menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa.
Sumber:
https://kumparan.com/kumparanbisnis/bahaya-mengintai-perekaman-sertifikat-vaksin-di-tempat-publik-1wKuMNBkwDT/full
Comments
Post a Comment