Kejahatan Siber Makin Marak, Omnibus Law Elektronik Jadi Sorotan

Diskusi Virtual Kebocoran Data dan Urgensi Omnibus law Elektronik/Repro

Bukan tanpa alasan, permasalahan siber di Indonesia bukan kali ini terjadi. Beberapa waktu ke belakang, kebocoran data beberapa lembaga juga telah terjadi. Terbaru, Nomor Induk Kepegawaian (NIK) Presiden Joko Widodo bocor di dunia maya setelah mengikuti vaksin Covid-19


Direktur Eksekutif Indonesian Politics Research and Cosulting (IPRC) Firman Manan mengatakan bahwa permasalah siber merupakan suatu konsekuensi dari perkembangan teknologi.

‎"Pemanfaatan siber tidak terelakkan, menimbulkan beberapa problematika, seperti kebocoran data KPU, BPJS, terakhir ada peretasan instansi dari cina," ujar Firman saat diskusi virtual 'Kebocoran Data dan Urgensi Omnibus law Elektronik' pada Selasa (14/9).

Firman menilai, persoalan kemanan dan tata kelola siber menjadi hal yang mendesak untuk dikaji baik oleh akedimisi maupun pemerintah.

Ke depan, lanjut Firman, aturan melalui payung hukum yang jelas terkait jaminan kemanan siber di Indonesia harus segera hadir.‎

"Jadi ini penting untuk dibahas, untuk tata kelolanya, Omnibuslaw tentang elektronik sudah mendesak, saya harap pembahasan diskusi ini bisa bermanfaat, tidak hanya IPRC, tapi juga tata kelola ruang siber," tandasnya.

Di ruang yang sama, peneliti IPRC M. Indra Purnama mengatakan bahwa, permasalahan penggunaan internet (siber) dalam tata kelola pemerintahan maupun kegiatan sehari-hari masyarakat sudah diduga oleh berbagai peneliti.

‎"Internet untuk membantu masyarakat, sudah diprediksi akan menimbulkan masalah," ujarnya.

Indra mengungkapkan, adanya internet, pola-pola kegiatan tak lagi seperti dulu yang mengandalkan administrasi serba tradisional. Dengan internet, pergeseran hampir merambah ke semua sektor, mulai ekonomi, budaya, politik, sosial, agama, bahkan seksualita.

"Pola kegiatan masyarakat berubah, ekonomi sosial, budaya, politik, agama dan seksual," tegasnya.

"Aktivitas ekonomi misalnya, Jual beli lebih mudah, Pola politik, seperti pilpres, komununikasi politik tak lagi harus tatap muka, bisa dengan daring, video, serangan kampanye politik, dan pengaruhnya sangat besar," jelasnya.

Perkembangan dalam penggunaan internet (siber) memang tak melulu berdampak positif, tapi juga sebaliknya. Menurut Indra, dengan kondisi saat ini, masalah siber tampaknya lebih sering terjadi yang berdampak pada kerugian individu maupuan individu

"Positif, kecepatan, jarak, kemudahan, hampir semua tersedia di internet, Di sisi lain, negatifnya, pergeseran budaya, penumpukan informasi membuat susah membedakan informasi benar dan salah," ujarnya.

"Kebocoran data adalah bagian kecilnya, Permasalah siber: hoaks, pencurian data, cyber bullying, hate speech, pencemaran nama baik, propaganda, pornografi dan lain-lain," tambahnya.

Titik permasalah siber di Indonesia dinilai bermuara pada tidak adanya aturan atau legal standing yang jelas. Sehingga, lanjut Dia, pemerintah perlu membuat suatu lembaga khusus terpusat yang berkonsentrasi mengawasi, mengatur, mensosialiasaikan bahkan bertindak dalam dunia siber.

"Belum ada payung hukum untuk permasalah siber saat ini, UU ITE tidak mampu menanggulangi permasalah siber saat ini, harus ada Payung hukum, sdm, sosialisasi, literasi digital, kelembagaan bssn hanya perpres 28 tahun 2021, perlu penguatan," paparnya.

"Perlu ada ada lembaga yang terpusat, sehingga internet bisa lebih baik," tandasnya.‎

Sementara itu, anggota komisi I DPR RI, Muhammad Farhan menyoroti lemahnya peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Menurutnya, peran vital BSSN saat ini tidak maksimal. Bahkan Farhan menyayangkan adanya pemotongan anggaran dari Badan yang langsung berada di bawah Presiden tersebut.

"BSSN menjadi pelaksana tugas, pelindungan data pribadi, Kami sangat menyayangkan, kita sering kritis, BSSN tidak bertaring, kebijakan afirmatif untuk mendukung tidak kuat, Anggaran untuk 2020 potong 50 persen, ini mengkhawatirkan, akibatnya seperti sekarang ini," ujarnya.

Farhan mengungkapkan potensi kejahatan siber di Indonesia begitu besar. Kemanan sistem atau tata kelola terhadap administrasi publik belum begitu terjamin.

Akibatnya, penyalahgunaan data pribadi dinilai bukanlah suatu hal yang sulit untuk dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.‎

"Ada tagihan Air, listrik, dan lain-lain yang begitu terbuka, kita pakai digital tapi bukti fisiknya masih harus dicetak, disitu ada data pribadi, data privasi, pribadi, ‎Itu bisa menjadi bahan algoritma, kita sudah bisa diprediksi perilakunya seperti apa, bayangkan semua infromasi itu diserap oleh perusahaan algoritma," ungkapnya.

Sebenarnya, lanjut Farhan, pihaknya sudah kerap kali mendorong terwujudnya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Namun sampai saat ini, UU tersebut masih menjadi pembahasan yang alot.‎

"RUU PDP, sudah didorng tahun 2015, tapi masih macet, argumennya banyak. Semuanya saling interplaining," lanjutnya.‎

Di lain pihak, Juru Bicara BSSN, Anton Setiawan membenarkan bahwa potensi kejahatan siber cukup besar di Indonesia. Menurut data BSSN, terdapat ratusan juta serangan siber yang menyasar tiga lapisan ruang siber yang meliputi lapisan fisik (insfrastruktur), lapisan logika (sistim dan aplikasi), dan lapisan sosial (orang atau cyber persona).‎

"Bahwa ada potensi serangan, memiliki efek yang luar biasa kalau tidak dikendalikan, di tahun 2019-2020 ada 130-190 juta, lalu sampai 400 juta serangan siber, kalau dihitung perhari ada1,3 juta serangan," ungkapnya.‎

Anton menuturkan kemanan siber tidak dapat mengandalkan hanya satu lembaga. Diperlukan suatu kolaborasi baik dari masyarakat maupun pemerintah.‎

"Dolumen elektronik dan non elektrinik harus mendapat perlindungan yang sama,Kemanan siber menjadi tanggung jawab bersama, harus kolaborasi," ujarnya.

"Tantangannya, transformasi digital, kolaborasi multi-stakholder, kapabilitas SDM, dominasi teknologi luar/asing, dan literasi budaya kemanan siber," tegasnya.

BSSN lanjut Anton, saat ini memang memiliki keterbatasan. Namun hal itu tidak menjadikan BSSN lemah.

Pihaknya terus bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi BSSN.‎

"BSSN terus monitiring nasional, jika ada anomali kita akan berikan notifikasi, sifatnya suportif, kita tidak maksa, Kita hanya memberikan rekomendasi keamanan," lanjutnya.‎

"BSSN mencoba mendorong UU, dengan serangan siber yang sangat masif, mencoba untuk membuat strategi kemanan sipil nasional, baik regulasi, tata kelola, kesiapsiagaan, industri kemanan siber, diplomasi siber, dan budaya kemanan siber," tegasnya.

‎Guru Besar Ilmu Politik dan Kemananan Universitas Padjajaran, Muradi mengatakan bahwa omnibus law elektronik menjadi hal yang mendesak saat ini. Pasalnya, kejahatan-kejahatan siber saat ini semakin besar dan bisa menyasar siapa saja.

"Negara perlu membuat regulasi, dan melibatkan BSSN‎, Aturan legal terkait digital siber, saya kira penting omnibaslaw perlu dipertimbangkan saat ini," ucapnya.

Dalam catatan muradi setidaknya ada beberapa permasalah di dunia siber. "Digitalisai dan ancamannya, ada peretasan, kebocoran data, berita hoaks massif, serangan siber, pencurian data, dan transaksi ilegal," ujarnya.‎

"Ada urgensi umnibus law elektronik, karena ancaman siber itu tidak main-main, Negara dimana bisa hadir, negara harus bertanggung jawab," tandasnya.

Sumber : https://www.rmoljabar.id/kejahatan-siber-makin-marak-omnibus-law-elektronik-jadi-sorotan

Comments