Purnomo Yusgiantoro (Foto: Istimewa) |
Jakarta, – Pionir Universitas Pertahanan (Unhan) Republik Indonesia, yang juga guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Purnomo Yusgiantoro mengingatkan seluruh elemen bangsa terkait berkembangnya model konsep dasar ancaman keamanan di berbagai negara di dunia.
Adapun ancaman yang harus disikapi secara dini adalah jenis, sumber, aktor, sifat, dan dampaknya terhadap tata kehidupan masyarakat."Dampaknya bisa melebar ke mana-mana, bisa terkait dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, hukum, teknologi, dan lain sebagainya,” kata Purnomo saat memberikan Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan bertajuk “ Kepemimpinan: Kampus Merdeka dan Industri” dalam rangka peluncuran Program Beasiswa Dato’ Low Tuck Kwong – Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) , pada Sabtu (18/9/2021).
Kuliah Umum yang diikuti 311 mahasiswa UGM penerima beasiswa, juga dihadiri secara daring, Presiden Direktur PT Bayan Resources Tbk Dato’ Low Tuck Kwong, Rektor UGM Panut Mulyono, Dewan Pembina PYC Lis Yusgiantoro, dan Chairperson PYC Filda C Yusgiantoro.
Purnomo, yang pernah menjabat Menteri Pertahanan (2009-2014) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2000-2009, mengungkapkan, konsep dasar ancaman semakin melebar saat ini, khususnya sejak tahun 1990, pasca perang bintang yang diluncurkan Presiden Amerika Serikat (AS) Ronald Reagan.
Pada saat itu, terdapat organisasi militer seperti Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Pakta Warsawa, Glasnost, dan Perestroika. Seiring bubarnya Pakta Warsawa, jelas Purnomo, terjadi dinamika dari bipolar menjadi single polar sehingga menimbulkan pergeseran dari politik ke ekonomi.
“Sekarang dinamikanya cukup tinggi, karakteristiknya yang dominan adalah ancaman nonmiliter, hibrida. Hibrida itu juga ancaman militer dan nonmiliter karena menjadi satu, sangat kompleks, multidimensi, dan ketidakpastian tinggi. Jadi, dinamikanya tinggi sekali," jelas Purnomo.
Ia menyebutkan, ke depannya setiap warga bangsa harus memahami betul bahwa ancaman itu luar biasa sekali, kompleks, multidimensi, dan ketidakpastiannya tinggi. Hal ini akan mewarnai bentuk dan potensi dari ancaman serta bentuk dan kualitas ancaman.
Di sisi lain, karakter global juga berpengaruh terhadap ancaman karena perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi.
“Pergerakannya itu eksponensial. Kemudian juga meningkatnya proses demokratisasi yang kita alami sekarang, hak asasi manusia (HAM), dan lingkungan hidup. Aspek lain dan sustainable development semuanya menjadi satu akan mewarnai ancaman,” katanya.
Beda Pendekatan
Purnomo mengatakan, saat ini terjadi pergeseran dari geopolitik menjadi geoekonomi. Dulu, ketika Pakta Warsawa masih memainkan perannya sebagai aliansi militer negara-negara Blok Timur di Eropa Timur, Glasnost dieluk-elukkan sebagai kebijakan keterbukaan dalam semua bidang di institusi pemerintahan Uni Soviet, termasuk kebebasan informasi, serta Perestroika menjadi reformasi politik dan ekonomi yang dimulai pada Juni 1987 oleh Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev.
“Sekarang itu semua sudah bubar, yang tertinggal hanya NATO. Sekarang ada OBOR (One Belt One Road), Indo Pacific, BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan,” kata dia.
Menurut Purnomo, di masa lalu ancaman yang muncul sifatnya multilateralisme, apabila terjadi pertikaian antarnegara langsung terjadi penyerbuan sehingga perang sulit dielakkan.
Sekarang yang dilakukan banyak negara adalah pendekatan multilateral. Diakuinya, pertikaian tidak lagi menimbulkan perang, tetapi penyelesaiannya melalui pendekatan multilateral. Contohnya, penyelesaian sengketa di Timur Tengah, Korea Utara, dan Korea Selatan, di mana negara-negara ini selalu membawa pertikaian kepada pendekatan multilateral.
“Kalau Korea Selatan, tentu ada AS dan Jepang. Korea Utara ada Rusia dan Tiongkok. Selalu pergeserannya dari unilateral ke multilateral,” kata Purnomo.
Menurut dia, pada masa lalu, kekuatan yang dikedepankan adalah hard power, kalau terjadi suatu konflik maka perang berkecamuk. Sekarang banyak negara-negara di dunia yang menggunakan pola penyelesaian soft power dan diplomatic power.
Pola ancaman juga bergeser dari simetris menjadi asimetris, contohnya ada ancaman siber, budaya, dan teror asimestris.
Demikian juga ancaman aktual berupa separatisme, terorisme, radikalisme, pandemi, pencurian sumber kekayaan alam, narkoba, bencana alam, dan lain sebagainya.
Sedangkan ancaman potensial berupa ipoleksosbud, sengketa perbatasan, siber, konflik SARA, konflik komunal, pencemaran lingkungan, krisis ekonomi dan sebagainya.
“Bentuk ancaman aktual maupun potensial bersifat dinamis, bisa berubah dari setiap saat,” kata Purnomo.
Sumber : https://www.beritasatu.com/nasional/829613/purnomo-ancaman-keamanan-berdampak-pada-tata-kehidupan-bangsa
Comments
Post a Comment