Ada 5.000 Kasus Perbulan, Indonesia Emergency Kejahatan Siber

Foto: Ist

Jakarta, - Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan(FKDKP) menyelenggarakan webinar bertajuk "Tantangan dan Strategi Mengatasi Kejahatan Siber" secara daring bagi para praktisi industri perbankan, Kamis (7/10/2021).

Pada sesi keynote speech Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 telah mengubah berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, menuntut akselerasi transformasi digital di sektor perbankan menjadi suatu keniscayaan.

Namun demikian, selama beberapa tahun terakhir ancaman insiden dan serangan siber telah menjadi isu yang penting di sektor jasa keuangan, termasuk di sektor perbankan, tercermin dari jumlah insiden dan serangan siber yang cukup tinggi di sektor perbankan di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.

"Dalam rangka mendorong bank melakukan akselerasi transformasi digital, OJK telah menerbitkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) yang selanjutnya akan didetailkan dalam Blueprint Transformasi Digital Perbankan. Blueprint dimaksud akan mencakup 5 (lima) building blocks, terdiri dari Data, Kolaborasi, Manajemen Risiko, Teknologi, dan Tatanan Institusional. Aspek keamanan siber akan menjadi salah satu bagian dalam pilar Manajemen Risiko untuk memitigasi meningkatnya risiko siber di era digital," ujar Heru.

Untuk memitigasi keamanan bagi nasabah yang memanfaatkan layanan digital perbankan dari ancaman risiko siber, ke depan OJK akan menyusun panduan dan pengaturan mengenai manajemen risiko keamanan siber, yang mengacu pada standard internasional dan best practices dari berbagai negara, terdiri atas Cyber Security Management, Cyber Security Exercise, dan Cyber Security Reporting.

Saat ini OJK telah memiliki ketentuan dalam rangka memberikan perlindungan data dan informasi nasabah di sektor perbankan, yang antara lain mewajibkan bank untuk memastikan sistem dan data nasabah terjaga kerahasiannya. Di samping itu, peran aktif dari Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) dan Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) terus didorong untuk memastikan agar transformasi digital perbankan yang dilakukan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku dan risiko yang timbul dapat dikelola dengan baik.

Mendukung pernyataan tersebut, Teguh Arifiyadi, Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan bahwa penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia sejak pandemi COVID-19 mengalami peningkatan yang signifikan yang didorong oleh pergeseran pola penggunaan internet dari kantor ke kawasan pemukiman dan perubahan perilaku belanja masyarakat dari offline menjadi online. Akselerasi digital yang semakin cepat ini tentunya harus diikuti dengan kewaspadaan akan beragam modus kejahatan siber yang terus berkembang.

"Ada 5.000 laporan pengaduan tindakan penipuan (fraud) yang masuk ke website Kemkominfo setiap minggunya. Sejak Maret 2020 hingga saat ini total pengaduan yang kami terima hampir 200.000 laporan fraud dengan media yang paling banyak digunakan adalah Whatsapp dan Instagram. Statistik ini menunjukkan Indonesia sudah dalam situasi emergency kejahatan siber. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemkominfo untuk mendukung transaksi online aman bagi konsumen dan pelaku jasa keuangan adalah dengan meluncurkan situs CekRekening.id. Situs ini berfungi sebagai portal untuk pengumpulan database rekening bank diduga terindikasi tindak pidana," jelas Teguh.

Peningkatan traffic transaksi online di e-commerce yang mendorong meningkatnya tindak kejahatan siber di sektor perbankan juga menjadi perhatian Kepolisian RI. Sepanjang tahun 2017 hingga 2020 tercatat ada 16.845 laporan tindak pidana penipuan siber yang masuk ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Polri.

AKP Jeffrey Bram, Kasubnit 4 Subdit 2 Ditipidsiber Bareskrim Polri juga menyampaikan komitmen kepolisian dalam hal pemberantasan kejahatan siber di Indonesia. "Semakin maju teknologi maka modus kejahatan digital juga akan terus berkembang. Penyedia layanan perbankan digital serta nasabah dan konsumen harus memahami dan mengenali apa saja bentuk penipuan digital yang marak terjadi untuk meminimalisir risiko kerugian bahkan menghindarinya. Kami di Ditipidsiber terus menindaklanjuti setiap laporan yang masuk sampai proses penangkapan pelaku kejahatan siber di ranah digital."

Modus kejahatan siber yang terjadi di sektor perbankan meliputi hacking (peretasan), skimming (penyalinan informasi), defacing (penggantian atau modifikasi laman web), phishing (pengelabuan), BEC (business email compromise), dan social engineering (rekayasa sosial). Business Email Comprise (BEC) juga dikenal sebagai Email Account Compromise atau CEO Fraud adalah penipuan yang menargetkan para manajer keuangan sebuah perusahaan untuk melakukan pembayaran transfer secara legal dengan menyamar sebagai petinggi perusahaan, rekan kerja, ataupun vendor. Sementara berdasarkan laporan yang masuk, social engineering (rekayasa sosial) menjadi modus yang paling sering digunakan sepanjang tahun ini. Rekayasa sosial biasanya terjadi saat korban kurang waspada hingga terpedaya memberikan data-data pribadinya seperti PIN atau password sehingga pelaku kejahatan bisa mengakses akun dan mengambil alih dana nasabah di bank.

Perwakilan praktisi dari sektor perbankan yang turut hadir sebagai panelis menyampaikan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pelaku perbankan dalam mencegah serta memitigasi risiko ancaman kejahatan siber.

"Keamanan dana dan data nasabah adalah prioritas kami di Bank BTPN. Oleh karena itu memasuki usia 5 tahun, Jenius terus melakukan penambahan keamanan untuk mencegah dan melindungi nasabah kami dari kejahatan siber. Menjawab rendahnya tingkat security awareness pada masyarakat, Jenius melakukan beberapa inisiatif untuk mengedukasi nasabah dalam menjaga keamanan data dan dananya," ujar Irwan Tisnabudi, Digital Banking Head Bank BTPN.

"Kami juga melakukan berbagai security awareness baik secara bisnis maupun berkolaborasi dengan institusi bank dan nonbank dalam kampanye kolaboratif #DatamuRahasiamu serta berpartisipasi dalam forum diskusi FKDKP yang dilaksanakan antar lembaga Direktur Kepatuhan dalam lingkungan perbankan Indonesia. Agar pemahaman masyarakat mengenai keamanan perbankan semakin optimal, Jenius juga memperkenalkan laman www.jenius.com/pages/jeniusaman yang berisikan informasi keamanan digital terkini. Kami percaya bahwa mewujudkan ekosistem perbankan digital yang aman adalah tanggung jawab kita bersama sehingga membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak," tambah Irwan Tisnabudi.

Menutup kegiatan webinar, Ketua Umum FKDKP Fransiska Oei juga menegaskan pentingnya sinergi dan kolaborasi lintas lembaga dan sektoral sebagai langkah strategis melawan ancaman kejahatan siber di dunia perbankan.

"Memang mengatasi kejahatan siber ini merupakan PR bagi kita semua agar jangan sampai perbankan tempat kita bekerja menjadi sumber penipuan atau digunakan sebagai alat penipuan. Caranya bisa dengan membangun pengamanan melalui teknologi yang tangguh, edukasi kepada nasabah, ditambah dengan penguatan aspek manajemen risiko keamanan siber sesuai pedoman yang akan diterbitkan oleh OJK. Selain itu, dapat dipertimbangkan juga adanya kerja sama antar Bank dengan Bareskrim dan Kemkominfo khusus untuk menghadapi kejahatan siber maupun kejahatan perbankan lainnya. Dengan semua upaya tersebut, menjadi harapan kami juga bahwa bersama kita bisa mewujudkan transaksi digital melalui perbankan menjadi transaksi yang aman," pungkas Fransiska.

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/tech/20211011205453-37-283113/ada-5000-kasus-perbulan-indonesia-emergency-kejahatan-siber
Ada 5.000 Kasus Perbulan, Indonesia Emergency Kejahatan Siber Ada 5.000 Kasus Perbulan, Indonesia Emergency Kejahatan Siber Reviewed by Kelvin on October 17, 2021 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.