Sektor Jasa Keuangan Dunia Rugi Rp 1.433 Triliun Gara-Gara Serangan Siber

Indonesia menjadi salah satu negara yang rentan serangan kejahatan siber

 


Di tengah proyeksi kenaikan ekonomi dan keuangan digital, ancaman keamanan siber berpotensi menimbulkan risiko besar bagi bisnis perbankan digital di beberapa tahun mendatang.

Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber yaitu senilai USD 100 miliar atau lebih dari Rp 1.433 triliun.

Adapun sampai September 2021, terdapat 927 juta trafik anomali atau serangan siber yang dialami oleh Indonesia. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya sebesar 495,3 juta trafik.

"Bisa jadi karena perkembangan teknologi dan perbankan juga banyak mengadopsi teknologi, kemungkinan serangan akan semakin meningkat. Ditambah penambahan nasabah yang perlu kami sadari bahwa edukasi, digital literasi harus dilakukan," kata Direktur Penelitian Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mohamad Miftah dikutip dari Antara, Kamis (13/1/2022).

Menurutnya baik pelaku industri keuangan maupun nasabah harus bersama-sama mengantisipasi serangan siber.

Apabila perbankan diharapkan bisa membangun sistem digital yang lebih aman, ia meminta kepada nasabah untuk tidak membagikan data pribadi di media sosial, kode OTP, dan membuat password yang berbeda untuk masing-masing platform digital.

"Dari industri harus memperkuat sistem digital dan pengguna harus aware terhadap risiko dari menggunakan transaksi digital," imbuhnya.

Kata Miftah, sebenarnya OJK sudah memiliki regulasi keamanan siber. Untuk bank umum, ada empat pilar utama yang harus dilakukan. Pertama, melakukan pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris.

Kedua, kecukupan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan. Ketiga, proses manajemen risiko terkait TI. Keempat, sistem pengendalian dan audit intern atas penyelenggaraan TI.

Sementara untuk BPR, OJK juga sudah mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan keamanan siber. Mulai dari ruang lingkup penyelenggaraan teknologi informasi, wewenang dan tanggung jawab terkait penyelenggaraan teknologi informasi.

Lalu, kebijakan dan prosedur penyelenggaraan teknologi informasi, penyelenggaraan teknologi informasi bekerja sama dengan penyedia jasa, pengamanan penyelenggaraan teknologi informasi termasuk kerahasiaan data pribadi nasabah, dan fungsi audit intern penyelenggaraan teknologi informasi.

Meski begitu, dia menyatakan bahwa kemungkinan seragam siber akan semakin meningkat di tahun 2022. Selain aturan pencegahan serangan siber, literasi dan edukasi nasabah perbankan soal bahaya serangan siber juga perlu ditingkatkan.

"Karena dengan berkembangnya teknologi saat ini, kelemahan nasabah akan mudah dicari dan didapatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Maka edukasi dan literasi pengguna layanan perbankan harus ditingkatkan," tegasnya.

Sumber : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4858493/sektor-jasa-keuangan-dunia-rugi-rp-1433-triliun-gara-gara-serangan-siber

Comments