Marak Serangan Siber di Masa Pandemi, Indonesia Perlu Aturan Perlindungan Data Pribadi

 Ilustrasi keamanan cyber


Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat terjadi peningkatan serangan terhadap data di sektor keuangan dan perbankkan di masa pandemi Covid-19.

Sebelum masa pandemi Covid-19 atau pada 2019 tercatat ada 39.330 kasus. Sedangkan, pada saat ini, serangan terhadap data di sektor keuangan dan perbankkan mencapai 189.937 kasus.

Untuk itu, Mahasiswa S1 Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) menghadirkan solusi untuk memberi masukan dan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).


Solusi dari Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 79 akan dimatangkan dalam seminar bertajuk "strategi Perlindungan Data Pribadi: Perspektif Kepolisian Kontemporer”.

Seminar berlangsung di Kampus PTIK, Jakarta Selatan, Selasa 19 April 2022 dan diikuti peserta secara offline dan online.

Pinilih Waluyo Jati, Mahasiswa S1 STIK-PTIK Angkatan 79 mengungkapkan pandemi Covid-19 dengan aturan pembatasan fisik membuat era digital mengalami akselerasi secara luar biasa.

Menurut dia, semua orang mau tidak mau berbondong-bondong menggunakan perangkat digital.

Akselerasi digital berdampak positif. Meskti tak bisa melakukan pertemuan langsung secara fisik seperti sebelumnya, berkat perangkat digital orang tetap bisa saling terhubung secara riil time.

Namun era digital juga menghadirkan celah ancaman besar. Era digital mengharuskan siapapun mengirimkan data-data pribadi agar bisa menjalankan perangkat digitalnya.

“Ini masalahnya. Ada celah data pribadi bocor dan disalahgunakan pihak-pihak tak bertanggung jawab,” kata Pinilih Waluyo Jati, selaku ketua panitia dalam keterangannya, pada Minggu (17/4/2022).

Kebocoran data pribadi, tegas Pinilih, bukan sekadar isapan jempol.

Pinilih mencontohkan bocornya data puluhan juta pelanggan salah satu online shop terbesar di Indonesia ke publik.

Bukan hanya data masyarakat umum, data personel Polri juga pernah diretas oleh hacker asal Brazil. Hal itu diklaim akun twitter @son1x777 yang mengungkapkan ada 28.000 data pribadi personel Polri yang berhasil diretas.

Demikian juga adanya klaim kebocoran data pribadi di Bank Indonesia yang diretas geng ransomware Conti. Diduga data tersebut diambil dari server yang terbuka dari situs www.bi.go.id.

“Banyaknya kebocoran data pribadi semakin menegaskan kebutuhan akan intervensi dari pemerintah,” kata Pinilih.

Indonesia sendiri saat ini belum memiliki regulasi khusus tentang keamanan data pribadi di dunia maya.

Peraturan perundang-undangan dan peraturan teknis yang membahas mengenai data pribadi hingga saat ini masih terpisah-pisah dan saling tumpang tindih satu sama lain.

“Indonesia memerlukan aturan khusus yang lebih sederhana yang dapat mengakomodasi segala aturan perlindungan data pribadi dari berbagai sektor, yaitu UU Perlindungan Data Pribadi,” tegas Pinilih.

Mahasiswa PTIK Angkatan 79 menghadirkan narasumber kaliber internasional: Justin Jin-Hyuk Choi, PHD, CISSP dari Korea Selatan. Jin Hyuk adalah profesor cyber crime dan criminal investigation dari Korean National Police University (KNPU).

Narasumber lain: Gildas Deograt Lumy (CEO Xecure IT), Irjen Pol Slamet Uliandi, SIK (Kadiv TIK Polri), Samuel Abrijani Pangerapan, BSc (Ditjen Aptika Kemenkominfo), Muhammad Arif Angga (Chairman APJII), dan Jauhar R Sumirat STrK, MA (Mahasiswa PTIK Angkatan 79).

Sedangkan sebagai keynote speaker adalah Menkumham RI Prof Yasonna Laoly, SH, MSc, PhD.


Sumber : https://www.tribunnews.com/nasional/2022/04/17/marak-serangan-siber-di-masa-pandemi-indonesia-perlu-aturan-perlindungan-data-pribadi?page=all.

Comments