Serangan Siber Makin Meningkat di Indonesia, Ini Langkah Preventif dan Mitigasi Bagi Perusahaan

Ilustrasi Hacker (Photo created by jcomp on Freepik)
Liputan6.com, Jakarta - Menurut laporan IMF (International Monetary Fund) 2020 lalu, jasa finansial dan keuangan merupakan sektor yang menjadi target utama serangan siber global dengan estimasi kerugian mencapai US$ 100 miliar (sekitar lebih dari Rp 1,452 triliun).

Tren peningkatan serangan siber juga dirasakan di Indonesia yang sedang giat-giatnya melakukan berbagai proses digitalisasi (tranformasi digital) di berbagai sektor, baik pemerintahan dan swasta.

Berdasarkan catatan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), setidaknya ada 1,3 miliar serangan siber terjadi di Indonesia hampir sepanjang tahun 2021 lalu (Januari-November 2021). Fakta yang cukup mengkhawatirkan, ada 83 persen perusahaan di Tanah Air yang rentan terhadap aktivitas peretasan.

Sejalan dengan itu, Dean Houari, Direktur, Teknologi & Strategi Keamanan Akamai Techmologies APJ mengatakan melalui email bahwa Akamai menemukan fakta setidaknya ada 10 lembaga pemerintah, termasuk BIN (Badan Intelijen Negara) telah mengalami peretasan terkait spionase siber hingga awal tahun ini.

Dean juga mengingatkan dua kebocoran data sebelumnya, yaitu sertifikat vaksin COVID-19 milik Presiden Indonesia di dunia maya karena kerentanan aplikasi pantau COVID PeduliLindungi dan kebocoran data pribadi 1,3 juta pengguna dari aplikasi resmi pelacakan kontak E-HAC (Electronic Health Alert Card).

“Kedua kasus tersebut menunjukkan bagaimana pelaku kriminal siber sangat responsif mengambil keuntungan dari kerentanan sistem digital yang dibangun oleh lembaga/organisasi di Indonesia. Di sisi lain, pengguna juga perlu diedukasi tentang risiko keamanan siber yang menyertai penggunaan sistem tersebut,” ujar Dean.

Pelaku biasanya menggunakan beberapa metode untuk meretas dan mencuri data dari lembaga atau individu. Metode umum, yang juga kerap dilancarkan saat musim pajak berlangsung di banyak negara, adalah menggunakan serangan phishing dan credential stuffing.

Tergolong serangan social engineering, phishing biasanya dilakukan dengan mengelabui pengguna (korban) agar percaya bahwa email, pesan, SMS, dan lain-lain, berasal dari entitas resmi. Sehingga korban memberikan data pribadi atau credential (username, password).

Sedangkan credential stuffing memanfaatkan daftar credential pengguna yang telah dicuri untuk membobol suatu sistem. Serangan biasanya menggunakan bot otomatis dan disesuaikan sesuai skala penyerangan.

Daftar credential dilakukan dengan asumsi bahwa pengguna umumnya menggunakan username dan password yang sama untuk akses ke berbagai layanan.

Sumber : https://www.liputan6.com/tekno/read/4960695/serangan-siber-makin-meningkat-di-indonesia-ini-langkah-preventif-dan-mitigasi-bagi-perusahaan
 

Comments