Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim, mengatakan 72 persen insiden siber pada organisasi di Asia terjadi karena adanya kesenjangan sumber daya manusia (SDM) di bidang cybersecurity.
Berdasarkan temuan dari 2022 Cybersecurity Skills Gap Report, telah terjadi kesenjangan SDM di bidang cybersecurity. Kurangnya tenaga ahli keamanan siber kerap menimbulkan berbagai tantangan dan dampak beruntun bagi perusahaan-perusahaan di Asia
“Hal ini banyak menyebabkan terjadinya pelanggaran keamanan yang diikuti dengan kerugian finansial bagi para organisasi,” kata Edwin lim dalam Fortinet Accelerate Indonesia, Selasa (21 Juni 2022).
Menurutnya, masalah kesenjangan keahlian ini masih menjadi fokus perhatian eksekutif C-level dan semakin diprioritaskan di tingkat dewan. Para pengambil keputusan TI dan keamanan siber di berbagai negara—antara lain Singapura, Thailand, Hong Kong, Filipina, Malaysia, dan Indonesia menjadi responden survei juga menyarankan sejumlah cara untuk mengatasi kesenjangan keahlian, salah satunya dengan mengadakan pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
Sementara itu, berdasarkan laporan yang termuat dalam 2021 (ISC)2 Cybersecurity Workforce Study (penelitian (ISC)2 yang menyoroti permasalahan tenaga kerja keamanan siber pada tahun 2021) Asia-Pasifik adalah kawasan dengan kesenjangan tenaga kerja terbesar, yaitu 1,42 juta orang. Meskipun menurun dibandingkan tahun sebelumnya, kawasan ini masih harus banyak berbenah.
Mengingat semakin besarnya kerugian yang dialami perusahaan dalam hal laba dan reputasi akibat pelanggaran, keamanan siber semakin diprioritaskan di tingkat dewan. Di Asia, 89% perusahaan yang memiliki dewan direksi melaporkan bahwa mereka secara khusus mengajukan pertanyaan tentang keamanan siber.
“79 persen perusahaan memiliki dewan direksi yang merekomendasikan peningkatan tenaga kerja di bidang TI dan keamanan siber,” kata dia.
Tidak hanya itu saja, laporan Fortinet tersebut juga menunjukan betapa pentingnya pelatihan dan sertifikasi bagi perusahaan untuk mengatasi kesenjangan keahlian. Di mana, 97 pesen pimpinan perusahaan meyakini bahwa sertifikasi yang berfokus pada teknologi memberikan dampak positif terhadap peran dan tim mereka, sementara 86% pimpinan perusahaan cenderung mempekerjakan tenaga ahli bersertifikat.
Selain menganggap bahwa sertifikasi itu penting, 93% perusahaan telah menerapkan program pelatihan untuk meningkatkan kesadaran siber. Namun, 51% pimpinan perusahaan meyakini bahwa wawasan karyawan mereka belum mumpuni, sehingga timbul keraguan terhadap efektivitas program kesadaran keamanan yang diterapkan saat ini.
“Melalui pelatihan dan sertifikasi, karyawan dapat mempelajari perkembangan metode serangan siber (cyberattack) terkini untuk mencegah timbulnya risiko serta terjadinya pelanggaran di perusahaan,” kata dia.
Comments
Post a Comment