Perusahaan Harus Siap Hadapi Serangan Siber Setiap Saat



Seperti yang sudah diketahui, bahwa sekarang merupakan era digital, sehingga data merupakan sebuah hal yang krusial untuk menjalankan bisnis. Banyak perusahaan yang selalu bergantung pada data untuk operasional sehari-hari. Hal tersebut membuat serangan siber menjadi sebuah ancaman yang berpotensi sangat fatal untuk mengancam keberlangsungan bisnis.

 
Serangan siber sendiri menimbulkan banyak kekhawatiran yang cukup signifikan di Indonesia. Masalah yang sering dilihat kini adalah kapan mereka akan terkena serangan siber, karena memang kini siapa saja bisa terkena serangan siber kapan saja dan dimana saja.
 
Jika melihat data yang sudah dikembangkan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatatkan bahwa dari 900 juta serangan siber di Indonesia pada 2022 mencakup beberapa metode yang dilakukan oleh penjahat siber seperti, ransomware, phishing, pelanggaran data, dan kerentanan cloud.

Diprediksi hal ini akan terus muncul dan memberikan risiko permasalah siber pada perusahaan yang bergerak di 2023.
 
Di saat yang bersamaan, Gartner memperkirakan bahwa pada 2025, akan terus terjadi peningkatan serangan siber khususnya ransomware hingga mencapai angka 700 persen dan sebanyak 75 persen perusahaan berpotensi menjadi target dari serangan-serangan yang diluncurkan dari penjahat siber itu sendiri.
 
Bila melihat dari sisi data, itu merupakan sebuah bagian yang tergolong esensial dan menjadi sebuah core dalam bisnis, sehingga serangan siber akan terus berdampak besar pada keseluruhan operasional.
 
Maka dari itu, perusahaan mempunyai konsekuensi yang luas dengan proses pemulihan akan sangat memakan waktu bahkan bisa sampai berbulan-bulan untuk memulihkan pasca terkena serangan siber.
 
Diprediksi sekitar 34 persen bisni yang diserang oleh metode ransomware membutuhkan beberapa minggu untuk mendapatkan kembali akses data mereka, hal ini sangat menyusahkan dan merepotkan bisnis jika terkena serangan ransomware. BSSN sendiri memperkirakan pada 2022 serangan siber menimbulkan kerugian mencapai Rp14,2 triliun.
 
Dari pernyataan BSSN tersebut membuat banyak perusahaan mulai berpikir lebih dari sekadar menghindari serangan siber, tetapi mereka mulai mempertimbangkan cara mereka dapat memulihkan kerusakan yang ditimbulkan dari serangan siber tersebut.
 
Menurut Hitachi, Cyber Resiliency (Ketahanan Siber) menjadi sebuah kunci utama untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dengan meningkatnya ketahanan siber yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.
 
Maka akan semakin sulit bagi para pelaku kejahatan siber untuk membobol pertahanan dari perusahaan. Selain itu, untuk memulihkan data akan semakin cepat bila ketahanan siber yang digunakan maksimal dan optimal.
 
Bagi perusahaan agar mereka bisa mencapai ketahanan siber, maka mereka harus mampu mengadopsi pendekatan holistik dan proaktif di segala sistem yang mereka gunakan. Hal ini memungkinkan mereka untuk melampaui tindakan perlindungan dan penerapan kontrol teknis.
 
Selain itu, perusahaan juga perlu bisa mengendalikan prinsip penting yang wajib untuk dikuasai agar bisa meningkatkan ketahanan siber, berikut adalah tiga prinsip penting:
 
1. Air Gap
2. Retensi Data
3. Kekebalan
 
Sangat disarankan untuk para pelaku binsis untuk tidak berpikir bagaimana mereka dapat menghindari serangan siber, tetapi mereka harus bisa memikirkan cara mereka untuk memulihkan bisnis mereka setelah terkena serangan siber.
 
Ketahanan siber sendiri memang seharusnya menjadi semakin penting, hal ini ditujukan agar bisnis dapat menghindari dampak yang disebabkan oleh serangan siber.
 
Dengan selalu menerapkan pendekatan yang proaktif maka bisnis dapat mendorong bisnis mereka untuk lebih siap untuk menghadapi ancamanan yang diberikan dari serangan siber yang memang sedang marak terjadi. Selain tiu, perlu diketahui bahwa bisnis yang sukses adalah bisnis yang tangguh. (Christopher Louis)
 

Comments