Baru-baru ini, perusahaan keamanan siber, CyberArk, merilis laporan global dengan hasil temuan yang mengkhawatirkan. Disebutkan, kondisi ekonomi dan inovasi teknologi telah memperluas lanskap ancaman keamanan siber.
Masalah ini secara serius mengancam identitas seiring dengan pesatnya perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), sebagaimana dikutip dari VentureBeat, Selasa (20/6/2023).
CyberArk melakukan penelitian ini melalui perusahaan riset Vanson Bourne. Survei dilakukan pada 2.300 pembuat keputusan keamanan siber swasta dan publik, dengan jumlah karyawan di atas 500 orang dan tersebar di 16 negara.
Dalam temuannya, hampir semua organisasi telah mengantisipasi serangan yang mengincar identitas. Hal ini didasari beberapa faktor, seperti masalah geopolitik, ekonomi global, adopsi cloud, dan skema kerja hybrid.
Di sisi lain, 93 persen profesional keamanan yang disurvei mengkhawatirkan penyebaran malware bertenaga AI. Ancaman ini diyakini akan berdampak terhadap perusahaan mereka pada tahun 2023.
Adapun kemunculan masalah keamanan ini dipengaruhi oleh meningkatnya perusahaan yang bermigrasi ke layanan cloud. Untuk itu, 68 persen responden survei berencana akan menerapkan pengamanan berbasis software as a service (SaaS) dalam 12 bulan ke depan.
Mengagetkannya, 86 persen peserta survei mengaku pernah mengalami serangan ransomware selama satu tahun terakhir. Namun, 60 persen di antaranya memilih membayar untuk dapat pulih dari serangan ini.
Tak hanya dari malware, 68 persen responden menganggap ancaman keamanan siber datang dari karyawannya internalnya pada tahun 2023 ini.
Comments
Post a Comment