Tingkat Kewaspadaan Perang Siber Masih Rendah


 
Pemerintah disebut belum memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap serangan siber atau perang siber. Sehingga, langkah pengamanan dan pencegahan tidak bisa memberikan perlindungan maksimal. 

 
"Sebetulnya ini sudah perang siber. Serangan siber ini masuk ranah pertahanan jadi lebih kepada militer, artinya bukan BSSN tapi TNI yang harus menambah matra lagi. Jadi harus siaga di saat tidak perang," ujar pakar IT Hariqo Wibawa Satria saat dihubungi, Jumat, 7 Juli 2023.
 
Menurut dia, banyak yang berpandangan serangan siber tidak segenting dengan ancaman perampasan pulau atau budaya oleh negara lain. Situasi ini sebagai pemikiran tua yang masih dipertahankan sehingga lemah dalam pencegahan.

"Terjadinya pencurian data analoginya sama dengan terjadinya bom yang kemudian dipertanyakan kinerja pencegahan," ujar dia.
 
Dia menduga kejadian bocornya data kali ini karena akses kebocoran yang bukan berasal dari penyimpanan data pusat, tapi akses dari perangkat lain.
 
"Pengamanan kita masih sangat longgar khususnya di internal lembaga dan kementerian, termasuk perangkat yang digunakan oleh petinggi-petinggi," ujar dia.

Dia menilai sarana dan upaya yang dimiliki Indonesia tidak optimal, sehingga harus ada evaluasi ulang terhadap standar minimal dalam operasi yang dilakukan. Dia juga melihat ketiadaksiapan BSSN dalam memberikan keterangan atas kejadian tersebut.
 
"Karena yang begini terus akan terjadi dan yang berbahaya itu di luar siber, bukan kehilangan data tapi serangan psikisnya yang berbahaya. Seperti sekarang serangan siber yang muncul ketidakpercayaan publik kepada pemerintah itu yang bahaya," ucap dia.
 
Selain itu, UU PDP belum bisa melindungi secara maksimal. Sebab, tidak ada poin spesifik yang mengatur tentang keamanan siber.
 
"Kita perlu menyusun strategi keamanan siber nasional," ujar dia.
 
Sementara itu, pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengungkapkan kebocoran tersebut memang terjadi. Namun, kebocorannya masih terbatas.
 
"Kemungkinan memang datanya data imigrasi yang bocor, tetapi masih agak terbatas bocornya dan kualitas datanya kurang menarik bagi kriminal dibandingkan data yang bocor sebelumnya," terang dia.
 
Hal ini harus dipastikan lagi oleh imigrasi apakah data yang dibocorkan memang sesuai nomor Nomor Induk Keimigrasian (NIKIM), paspor, dan nama pemegang paspor.
 
"Sampel datanya sendiri kurang nendang karena cukup banyak yang mengandung data lama," ujar dia.

Comments