Pengamat Siber Gambarkan Berbagai Ancaman di Balik Ekspansi Starlink, Mana yang Paling Berbahaya?


Pakar Keamanan Siber, Pratama Dahlian Persadha, mengingatkan Pemerintah Indonesia mengenai potensi ancaman digital menyusul masuknya layanan Starlink ke Indonesia. Bila ada ketergantungan berlebih terhadap layanan internet milik perusahaan asing, infrastruktur komunikasi negara akan menjadi rentan.  

"Berarti negara mungkin tidak dapat mengambil tindakan yang diperlukan dalam situasi darurat atau konflik," kata Pratama pada Rabu, 22 Mei lalu.

Pratama sebelumnya menyebut posisi Network Operation Center (NOC) Starlink tak berkaitan dengan kedaulatan digital Indonesia. Namun, kehadiran pusat kendali jaringan tetap vital, untuk memastikan kelancaran produk internet milik Elon Musk tersebut.

Pria yang menggeluti dunia siber sejak 1999 di Akademi Sandi Negara itu menyebut pendirian NOC membutuhkan biaya jumbo. “Fungsi NOC adalah melakukan pengawasan infrastruktur yang dimiliki oleh Starlink. Memastikan bahwa layanan tidak terganggu,” kata Pratama, Rabu, 22 Mei 2024.

Agar bisa mendapat izin operasi, Starlink diwajibkan menggandeng Network Access Provider (NAP) lokal. Jika muncul ancaman terhadap kedaulatan data di Indonesia, antisipasinya bisa diupayakan melalui NAP yang menjual layanan penunjang atau backbone internet kepada Starlink.

Sebelum diharuskan bermitra dengan NAP, Starlink lebih memilih memakai Laser Link—komunikasi laser di luar angkasa—untuk menunjang layanan di Indonesia. Satu laser link bisa melewatkan traffic internet hingga 100 Gigabyte per detik (Gpbs).

Sempat mengisi kursi ketua tim Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) Pengamanan IT Presiden Indonesia, Pratama menyebut pemerintah harus memiliki kontrol penuh atas jaringan Starlink di Indonesia. Kontrol itu mencakup kemampuan untuk menghentikan atau mengalihkan layanan dalam situasi darurat nasional.

"Jika akses ke layanan tersebut terganggu oleh negara asing atau entitas jahat, bisa mengganggu kemampuan negara untuk berkoordinasi dan mengambil tindakan yang efektif,” tuturnya.

Contoh ancaman kedaulatan siber lainnya adalah kemunculan akses yang tidak diinginkan. Negara atau entitas asing berpeluang mengakses infrastruktur satelit untuk tujuan yang merugikan, seperti penyadapan atau serangan siber. Artinya, Pratama meneruskan, pengawasan terhadap keamanan satelit harus ditebalkan.  

Pesatnya perkembangan internet satelit Starlink bisa menjadi masalah baru bagi aparat penegakan hukum dan intelijen. Alat-alat lawfull intercept dan monitoring milik Intelejen, kata Pratama, tertinggal dari sisi teknologi.

"Menyebabkan seolah-oleh aparat penegakan hukum dan intelijen kita buta dan tuli terhadap komunikasi yang lewat di Starlink," kata dia.

Risiko Serangan Fisik via Internet

Pratama juga mengimbuhkan soal bahaya pemanfaatan satelit untuk serangan fisik. “Misalnya serangan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan cara merubah orbit satelit dan dijatuhkan ke infrastruktur kritis, seperti gardu listrik atau kilang,” katanya.

Meskipun tidak memiliki hulu ledak, seperti roket, satelit yang dijatuhkan bisa memicu kerusakan berat, terutama karena berada di orbit rendah atau Low Earth Orbit. Risiko itu bukan tidak pernah terjadi.

“Pada 2006, hacker terkenal, Jim Geovedi, berhasil meretas dan merubah orbit satelit milik Cina dan Indonesia," ucap Pratama.

sumber : https://tekno.tempo.co/read/1872474/pengamat-siber-gambarkan-berbagai-ancaman-di-balik-ekspansi-starlink-mana-yang-paling-berbahaya

 

 

 

Comments