Perkembangan teknologi digital membuat segalanya serba praktis. Salah satu fenomena yang sedang nge-trend di tengah masyarakat saat ini adalah pola hidup cashless. Semua transaksi dilakukan dengan menggunakan teknologi, mulai dari transfer uang hingga membeli barang/jasa melalui aplikasi. Alhasil, potensi terjadinya cybercrime pun semakin meningkat.
Cybercrime merupakan tindak kejahatan yang berkaitan dengan perangkat jaringan. Beberapa contoh cybercrime yang umum terjadi misalnya ransomware, hacking, cracking, identity theft, dan lain sebagainya.
Tak hanya individu, perusahaan juga rentan terkena cybercrime. Di sinilah peran akuntan sangat krusial dalam mencegah terjadinya kejahatan tersebut di suatu perusahaan.
Maka dari itu, program International Digital Accounting & Fraud atau IDAF Petra Christian University (PCU) menghadirkan IDAF Talk dengan topik “Cybercrime: A Practitioner's POV”. Seorang praktisi membagikan pengalaman dan pengetahuannya tentang cybercrime. Ia adalah Wani Sabu, S.H., M.Kn., M.M., selaku Executive Vice President Center of Digital, BCA.
“Kegiatan ini untuk meningkatkan literasi tentang cyber security dan cybercrime kepada para mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan. Karena mereka lah yang nantinya memegang data-data keuangan perusahaan, yaitu data yang sensitif. Apalagi di era digital ini, data merupakan aset penting perusahaan,” jelas Sany, S.E., MS-CIS., Ph.D., CMA., selaku Kepala Program IDAF PCU, Selasa (11/6).
Sany merinci, pembicara membahas tentang bahaya cybercrime dan cara mencegahnya dari sisi seorang akuntan.
“Pada bisnis yang sudah menerapkan teknologi digital, akuntan perlu punya pemahaman risiko cybercrime. Dengan begitu ia mampu meminimalkan konsekuensi atas cybercrime tersebut,” imbuhnya.
Tak hanya berbicara soal peran akuntan, peraih 500 The Most Outstanding Women 2024 by Infobank ini juga membagikan beberapa modus yang digunakan oleh fraudster.
“Di Indonesia, 99% kasus cybercrime menggunakan metode yang namanya Social Engineering. Ini merupakan modus penipuan di mana penjahat membuat customer merasa bahagia/stres lalu ditipu. Contohnya mendapatkan undian atau menerima kabar keluarga terkena musibah,” kata Wani Sabu yang juga peraih Woman of Excellence Indonesia Award 2020 itu.
Ia juga menekankan bahwa Social Engineering dapat menyerang siapa saja, dan yang diserang bukanlah teknologinya melainkan human atau orang yang dimanfaatkan oleh pelaku.
“Di zaman digital ini, uang kita bisa tiba-tiba hilang begitu saja. Sehingga literasi akan cybercrime perlu dimiliki oleh masyarakat luas,” ujar Wani.
Puluhan peserta yang mengikuti sesi sharing dari Wani Sabu ini pun terlihat sangat antusias dengan ilmu-ilmu yang didapatkan.
“Kami yakin IDAF Talk bisa membantu dalam meningkatkan awareness dan literacy akan cybercrime di masyarakat Indonesia, khususnya Surabaya. Karena faktanya, cybercrime merupakan fraud urutan teratas yang dialami oleh banyak industri,” pungkas Sany.
sumber : https://kumparan.com/beritaanaksurabaya/akuntan-perlu-bekali-diri-risiko-cybercrime-ini-sebabnya-22uumxa6apJ/full
Comments
Post a Comment