Serangan Siber Meningkat, AS Sebut China Ancaman Global Keamanan Dunia Maya


Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa melaporkan peningkatan pesat serangan siber yang diyakini terkait badan intelijen yang disponsori atau dijalankan langsung oleh China. Serangan, yang muncul di berbagai penjuru dunia ini terjadi secara berkala, mendorong AS dan negara-negara yang terdampak menyebut negeri Tirai Bambu sebagai "ancaman bagi dunia maya dan keamanan siber global." Masih terkait keamanan siber yang melibatkan China, pihak berwenang di AS baru-baru ini menangkap seorang warga negara Tiongkok karena diduga mengoperasikan botnet yang berisi 19 juta alamat IP terinfeksi di hampir 200 negara.

Mengutip dari The Hong Kong Post pada Rabu (5/6/2024), individu tersebut telah meraup keuntungan hingga setidaknya USD99 juta dengan menyewakan jaringannya kepada pihak tertentu untuk kejahatan siber, termasuk penipuan bantuan pandemi Covid-19.  

Menurut laporan Epoch Times, mengutip Departemen Kehakiman AS (DoJ), warga China yang ditangkap telah diidentifikasi sebagai Wang Yunhe, (35). Ia disebut telah menawarkan para pelanggannya jaringan alamat IP yang telah disusupi dengan tarif tertentu. Operasi tersebut dilakukan sejak 2014 hingga Juli 2022.

Menurut pernyataan DoJ pada 29 Mei, layanan yang diberi nama "911 S5" tersebut memungkinkan penjahat dunia maya untuk menyembunyikan jejak digital mereka saat terlibat dalam aktivitas ilegal secara daring, termasuk kejahatan keuangan, penguntitan, pengiriman ancaman bom dan ancaman bahaya, ekspor barang secara ilegal, dan menerima serta mengirim materi eksploitasi anak.

Laporan Epoch Times mengutip dakwaan federal, yang menyebutkan bahwa para penjahat siber juga diduga menggunakan layanan botnet untuk melewati sistem deteksi penipuan keuangan di AS dan tempat lain. Mereka juga telah mencuri miliaran dolar dari lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, dan program pinjaman federal dengan menggunakan sistem milik Wang Yunhe. 

Menurut sejumlah laporan, sekira 5.60.529 klaim penipuan berasal dari "alamat IP yang dieksploitasi dan diperdagangkan" oleh botnet milik Wang Yunhe, yang telah mengakibatkan kerugian hingga lebih dari USD5,9 miliar.

Departemen Kehakiman AS mengutip direktur FBI Christopher Wray, yang mengataka bahwa jaringan yang Wang Yunhe "kemungkinan merupakan botnet terbesar di dunia yang pernah ada."

AS bukan satu-satunya target serangan siber China. Beijing diduga menggunakan serangan siber di bawah ambang batas perang untuk mengganggu para pesaingnya, termasuk India.

Menurut perusahaan jasa konsultasi manajemen yang berkantor pusat di AS, Booz Allen Hamilton, serangan siber China dapat memengaruhi lembaga pemerintah, perusahaan global, dan usaha kecil — baik secara langsung maupun melalui risiko berjenjang.

Di tengah meningkatnya tuduhan spionase siber terhadap China, khususnya terkait dugaan dukungannya terhadap penjahat siber yang memengaruhi stabilitas regional, badan intelijen India memperkirakan bahwa lebih dari 5.000 orang mungkin telah dipaksa melakukan kejahatan siber oleh para aktor dari China, menurut laporan terbaru India Today.

Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Amerika Serikat (CISA) telah menunjukkan operasi peretasan global China yang menargetkan sektor-sektor penting seperti kesehatan, telekomunikasi, dan perangkat lunak perusahaan, yang sering kali melibatkan pencurian kekayaan intelektual dan informasi rahasia.

Portal Pelaporan Kejahatan Siber Nasional India, sejak Januari tahun ini, telah mencatat sekitar 7.000 pengaduan setiap hari -- 85 persen di antaranya terkait penipuan keuangan daring. Sementara hampir setengah dari penipuan ini terkait dengan agen yang beroperasi dari Asia Tenggara, yang merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan. 

Sindikat China, yang mencari peluang dan pelanggan baru, semakin terlibat dalam kejahatan siber di negara-negara tetangga, termasuk di India. Sementara lonjakan nyata dalam kegiatan tersebut ditemukan di Myanmar, Kamboja, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand, lapor India Today mengutip badan intelijen India.

Sindikat yang didukung Beijing ini terlibat dalam berbagai kegiatan terlarang, termasuk pencurian informasi pribadi, perjudian lintas batas, penipuan e-commerce, penipuan asmara, dan ancaman persisten tingkat lanjut (APT). Dengan operasi mereka yang menjangkau banyak negara, kelompok-kelompok ini menimbulkan ancaman keamanan siber yang signifikan bagi kawasan, lapor India Today, mengutip sumbernya di badan intelijen India.

Pada awal Maret, pemerintah Inggris dan AS menuduh kelompok peretas Advanced Persistent Threat 31 (APT 31), yang didukung badan mata-mata pemerintah China, melakukan kampanye serangan siber selama setahun, yang menargetkan politisi, pejabat keamanan nasional, jurnalis, dan bisnis, lapor The Guardian.

Para peretas berpotensi memperoleh akses ke informasi puluhan juta pemilih Inggris di database Komisi Pemilihan Umum. Mereka juga dapat melakukan spionase siber yang menargetkan anggota parlemen Inggris yang selama ini vokal terhadap potensi ancaman dari China, seperti laporan The Guardian.

Baru-baru ini pada Maret lalu, sebuah dakwaan dilayangkan kepada tujuh warga negara China atas konspirasi melakukan intrusi komputer dan melakukan penipuan terkait keterlibatan mereka dalam kelompok peretas yang bermarkas di China.

Kelompok itu disebut telah menghabiskan waktu sekira 14 tahun untuk menyerang kritikus, bisnis, dan pejabat politik AS dan asing guna mendukung tujuan spionase ekonomi dan intelijen asing China.

sumber : https://news.okezone.com/read/2024/06/05/18/3017699/serangan-siber-meningkat-as-sebut-china-ancaman-global-keamanan-dunia-maya?page=3

 

 

Comments