Peran pemimpin keamanan siber tidak pernah sepenting ini—atau seberat ini. Sebuah studi baru dari BlackFog mengungkapkan bahwa hampir seperempat CISO dan Pengambil Keputusan Keamanan TI secara aktif mempertimbangkan untuk meninggalkan peran mereka, dengan 93% menyebutkan stres yang luar biasa sebagai pendorong utama. Karena organisasi menghadapi tekanan yang meningkat dari ancaman siber yang semakin canggih, termasuk serangan bertenaga AI, ransomware, dan pencurian data, CISO bekerja lebih lama dengan sumber daya yang lebih sedikit. Krisis kelelahan keamanan siber yang semakin meningkat ini berdampak langsung pada organisasi, dan menyoroti kebutuhan mendesak bagi bisnis untuk lebih mendukung tim keamanan mereka.
Meningkatnya Tekanan terhadap Pemimpin Keamanan Siber
Peran CISO modern telah berkembang jauh melampaui manajemen TI tradisional. Kini, mereka bertugas melindungi ekosistem digital yang luas dari berbagai ancaman yang terus berkembang. Para pemimpin ini tidak hanya bertanggung jawab untuk menjaga data dan infrastruktur, tetapi juga berada di garis depan untuk mengurangi kerusakan akibat insiden seperti serangan ransomware, pelanggaran data, dan ancaman internal. Seiring dengan semakin kompleksnya lanskap ancaman siber, semakin kompleks pula tugasnya.
Menurut penelitian BlackFog, tekanan pada para pemimpin keamanan sangat besar. Hampir 98% responden melaporkan bekerja melebihi jam kerja yang ditetapkan dalam kontrak, dengan rata-rata CISO bekerja sembilan jam tambahan per minggu. Dalam kasus ekstrem, 15% responden bekerja lebih dari 16 jam melebihi waktu yang ditetapkan dalam kontrak setiap minggu. Beban kerja yang berlebihan ini tidak berkelanjutan. Hal ini menyebabkan kelelahan, dengan banyak pemimpin keamanan siap untuk keluar dari industri, dan pergantian ini menciptakan risiko yang signifikan bagi organisasi.
Lanskap Ancaman Keamanan Siber: Mendorong Kelelahan Kerja
Tekanan yang mendorong para pemimpin ini ke ambang kehancuran tidak semata-mata karena beban kerja yang berat. Sifat ancaman siber yang mereka hadapi telah berubah secara dramatis. Ancaman tradisional seperti phishing dan malware masih lazim, tetapi penyerang saat ini memanfaatkan teknologi mutakhir untuk meluncurkan serangan yang lebih canggih dan digerakkan oleh AI. Penelitian BlackFog menemukan bahwa 42% responden paling khawatir tentang munculnya serangan siber yang didukung AI. Serangan ini, yang menggunakan pembelajaran mesin untuk menghindari deteksi, telah meningkat dalam frekuensi dan kecanggihan, sehingga lebih sulit untuk dipertahankan.
Ransomware masih menjadi perhatian utama, dengan 37% pemimpin keamanan mengidentifikasinya sebagai sumber stres utama. Para penyerang semakin banyak menggabungkan ransomware dengan pencurian data, sebuah taktik yang memperparah kerusakan dengan mencuri data sensitif sebelum mengenkripsi sistem. Ancaman ganda ini memaksa CISO untuk terus berjuang agar tetap menjadi yang terdepan dalam vektor serangan yang terus berkembang.
Kebutuhan terus-menerus untuk menanggapi ancaman ini telah menciptakan lingkungan keamanan yang reaktif—lingkungan di mana para pemimpin selalu memadamkan api alih-alih berfokus pada strategi jangka panjang untuk memperkuat pertahanan. Siklus respons insiden yang tidak pernah berakhir ini memperburuk kelelahan dan mencegah CISO untuk mundur dan merencanakan langkah-langkah keamanan yang lebih proaktif dan strategis.
Dampak Kelelahan dan Pergantian Karyawan dalam Keamanan Siber
Kecepatan yang tak kenal lelah dan taruhan tinggi dalam keamanan siber telah menimbulkan tantangan kesehatan mental yang signifikan bagi CISO dan tim mereka. Penelitian BlackFog mengungkapkan bahwa 93% dari mereka yang mempertimbangkan untuk meninggalkan jabatan mereka menyebutkan stres dan tuntutan pekerjaan sebagai alasan utama. Dalam industri yang biaya penggantian pemimpin keamanan seniornya tinggi, pergantian tidak hanya memengaruhi moral tim tetapi juga membuat organisasi rentan terhadap ancaman baru dan yang sedang berkembang.
Di luar jam kerja, beban emosional terlihat jelas dalam cara para pemimpin keamanan siber mengatasi stres. Di sisi positifnya, 86% peserta memprioritaskan kesehatan fisik dengan mengalokasikan waktu untuk olahraga dan latihan, dan 75% melaporkan cukup tidur. Selain itu, 82% percaya bahwa mereka memiliki batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi.
Namun, penelitian ini juga menyoroti tren yang lebih memprihatinkan. Hampir setengah (45%) responden mengaku menggunakan narkoba atau alkohol sebagai cara untuk mengurangi tekanan pekerjaan, sementara 69% melaporkan menarik diri dari kegiatan sosial. Mekanisme penanganan ini mencerminkan intensitas tekanan yang dihadapi para pemimpin keamanan setiap hari, yang selanjutnya menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan dukungan organisasi.
Tanggung Jawab Organisasi: Cara Mengatasi Kelelahan dan Mempertahankan Talenta Terbaik
Organisasi harus mengambil tindakan untuk mengatasi krisis kelelahan keamanan siber sebelum hal itu merusak kemampuan mereka untuk melindungi diri dari ancaman yang selama ini mereka perjuangkan dengan keras. Untungnya, beberapa perusahaan sudah menawarkan solusi untuk membantu tim mereka mengelola stres. Riset BlackFog menemukan bahwa 64% pemimpin keamanan telah ditawari jam kerja yang fleksibel, dan 62% memiliki pilihan untuk bekerja dari jarak jauh atau dalam kapasitas hibrida. Inisiatif ini merupakan langkah ke arah yang benar tetapi mungkin tidak cukup untuk mengatasi masalah yang lebih dalam.
Pemimpin keamanan membutuhkan lebih dari sekadar jam kerja yang fleksibel; mereka membutuhkan anggaran dan sumber daya yang lebih besar. Empat puluh satu persen responden melaporkan bahwa anggaran yang tidak mencukupi mencegah mereka mengakses perangkat keamanan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif, sementara 40% mengatakan mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk fokus pada masalah yang penting. Dengan mengalokasikan sumber daya tambahan, organisasi dapat mengurangi sebagian tekanan beban kerja, yang memungkinkan CISO untuk mengadopsi pendekatan yang lebih strategis terhadap keamanan siber.
Membangun budaya yang mendukung sama pentingnya. Tim kepemimpinan harus terlibat secara aktif dengan para pemimpin keamanan mereka, tidak hanya untuk memahami tantangan yang mereka hadapi tetapi juga untuk menumbuhkan lingkungan yang mengutamakan kesehatan mental dan kesejahteraan. Mendorong CISO untuk mengambil cuti, melepaskan diri dari pekerjaan jika memungkinkan, dan mencari dukungan kesehatan mental dapat mengurangi risiko kelelahan jangka panjang.
Membalikkan Siklus Kelelahan Keamanan Siber
Krisis kelelahan keamanan siber bukan hanya masalah kepemimpinan—melainkan ancaman bagi seluruh organisasi. Seiring dengan meningkatnya frekuensi dan kompleksitas serangan siber, tekanan terhadap para pemimpin keamanan akan semakin meningkat. Organisasi yang gagal mengatasi penyebab mendasar dari kelelahan berisiko kehilangan talenta terbaik, sehingga meninggalkan celah keamanan yang kritis dalam pertahanan mereka.
Dengan berinvestasi pada sumber daya yang tepat, menciptakan budaya yang mendukung, dan mengatasi akar penyebab stres, bisnis dapat memastikan CISO dan tim keamanan mereka tidak hanya siap untuk bertahan hidup—tetapi juga untuk berkembang. Pendekatan proaktif untuk mengelola stres keamanan siber tidak hanya akan mempertahankan bakat tetapi juga meningkatkan kemampuan organisasi untuk tetap menjadi yang terdepan dalam lanskap ancaman yang terus berkembang.
Comments
Post a Comment